“Dulu dia tak begini. Sekarang, jangankan mencium
tanganku ketika pergi, memasakkan air panas untukku pun tidak. Aku sudah
kehilangan istriku yang dulu.”
*****
Sebuah
tulisan untuk seluruh pasangan halal yang sedang berjuang dengan pernikahannya.
Perselingkuhan,
merupakan hal yang begitu menyeramkan dalam sebuah perjalanan rumah tangga.
Bagaimana tidak, dulunya kita seatap dengan manusia yang jiwa dan raganya untuk kita. Namun kini, kita bersisihan dengan manusia asing yang jiwa dan raganya untuk siapa, yang senyum dan kerling matanya entah karena apa.
Bagaimana tidak, dulunya kita seatap dengan manusia yang jiwa dan raganya untuk kita. Namun kini, kita bersisihan dengan manusia asing yang jiwa dan raganya untuk siapa, yang senyum dan kerling matanya entah karena apa.
Tentu
saja, perselingkuhan ini tidak terjadi begitu saja. Ada hal-hal yang ternyata
terus berjalan dalam waktu tertentu, hingga akhirnya pernikahan yang dulunya
mengharu-biru berubah menjadi ladang tangis kepedihan setiap harinya.
Untuk
setiap pasangan halal, yang tengah berada di persimpangan.
Setialah sejak dalam pikiran.
Setialah sejak dalam pikiran.
Young
dan Alexander dalam buku The Chemistry
Between Us: Love, Sex and the Science of Attraction melaporkan bahwa
sekitar 30-40% kasus perselingkuhan terjadi dalam pernikahan, untuk pria dan
wanita.
Salah
satu hal begitu kental dalam sebab perceraian adalah hilangnya hubungan
emosional dalam pernikahan. Suami istri yang tidak baik dalam membangun
komunikasi. Beberapa perilaku, mengatakan bahwa tak lagi mendapatkan pengakuan
dari pasangan adalah sebab perselingkuhan, justru bukan tentang hubungan
seksual.
Perbedaan
karakter antara suami dan istri dalam seni berekspresi, menjadi sebuah
tantangan tersendiri. Itulah mengapa pentingnya mempelajari karakter manusia
(pria dan wanita) sebelum menikah. Sedikit pengakuan dari pasangan, akan sangat
berpengaruh dalam kehidupan pernikahannya.
Kemudian
dari sebab hilangnya kedekatan emosional, muncullah sebutan “selingkuh hati”. Sekalipun
tidak ada hubungan seksual, namun ternyata ini jauh lebih berbahaya dari “selingkuh
fisik”. Selingkuh hati, melibatkan emosi.
Menurut
Helen Fisher (seorang antropolog biologis), mengatakan bahwa cinta tidak hanya
melibatkan emosi, namun juga sistem kerja otak yang terkait dengan seks dan
reproduksi.
Kemudian
Plato dalam naskahnya yang berjudul Symposium, ada sebuah potongan kalimat amor
platonicus, kemudian beberapa golongan masyarakat menyebutnya dengan “cinta
platonis”. Selingkuh hati dan cinta platonis kemudian berada dalam sat ugaris
lurus yang imbang. Tak ada hubungan fisik diantara keduanya, hanya emosi yang bermain.
Perselingkuhan
adalah buah dari tidak bekerjanya komunikasi dan manajemen konflik dalam
pernikahan. Saling menuntut dan merendahkan keadaan pasangan, adalah ciri yang
tidak sehat dan perlu diwaspadai setiap pasangan halal.
Namun,
tidak selamanya pernikahan hancur karena perselingkuhan. Dibutuhkan hati yang
teramat lapang untuk memaafkan, meredam ego untuk saling introspeksi, pun
dengan menguatkan komitmen awal pernikahan.
Tak
pernah ada segumpal hati yang baik-baik saja setelah sebuah perselingkuhan
merobek pernikahannya, sekalipun mampu diperbaiki pada saatnya nanti.
Pulanglah,
dan duduk bersama. Masih ada cinta ditiap mata pasangannya bagi mereka yang
mampu mensyukuri nikmat Tuhan.
#ODOPbatch6 #Nonfiksi
Post a Comment
Post a Comment