Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sanksi Pidana Pelaku Video Call Sex

Ada yang belum tahu tentang VCS? VCS adalah kepanjangan dari video call sex. Ini seharusnya bukan hal yang tabu untuk dibicarakan, ya. Karena disadari atau tidak, aktivitas ini banyak terjadi di lingkungan dekat kita.

VCS (video call sex) ini merupakan kegiatan yang di dalamnya memuat adegan-adegan seksual, baik dilakukan oleh salah satu pihak maupun semua pihak. Ya. VCS ini berbeda dengan video porno, ya. Bisa dipahami, kan, sampai di sini?

Lalu, mengapa orang melakukan VCS? Untuk hal ini, tentu kembali pada subyektifitas setiap orang. Hal ini tentu saja sejalan dengan fantasi orang-orang yang memang menyukai kegiatan tersebut. Bahkan, VCS sudah menjadi kebutuhan bagi sebagian yang lain. Miris?

VCS ini terjadi tentu saja karena ada kesepakatan dari kedua pihak. Beda halnya dengan pembuatan video porno. Lalu, apakah pelaku Video Call Sex ini bisa dipidanakan sebagaimana pelaku dalam video porno?


sanksi pidana pelaku video call sex

Adakah Sanksi Pidana Pelaku Video Call Sex di Indonesia?

Sebelumnya, seperti yang sudah disampaikan di atas, bahwa kegiatan VCS ini merupakan kesepakatan kedua belah pihak. Mari kita sebut mereka dengan “konsumen” dan “produsen”.

Jika terjadi sesuatu, apakah salah satu pihak bisa dikenakan hukuman pidana?

Aturan Hukum dalam Undang-Undang Pornografi

Aturan pertama yang pertama akan kita lihat adalah yang tertulis pada Pasal 4 ayat 1 UU No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi. Dalam pasal ini, jelas disebutkan bahwa :

Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:

a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
b. kekerasan seksual;
c. masturbasi atau onani;
d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
e. alat kelamin; atau
f. pornografi anak.
Menurut situs paralegal, pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.

Jadi, pornografi ini adalah satu kesatuan dari berbagai aktivitas, ya. Singkatnya demikian.

Kemudian, mari kita lihat pada Pasal 4 ayat 2

Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang:
a. menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
b. menyajikan secara eksplisit alat kelamin;
c. mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual; atau
d. menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung layanan seksual.

Untuk pelanggaran pada pasal 1, hukuman pidananya adalah penjara paling lama 12 tahun, sedangkan pasal 2 paling lama adalah 6 tahun.

Lalu, di mana letak aturan hukum tentang video call sex ini?

Jika kita merajuk pada UU Pornografi, maka kegiatan VCS yang didasari untuk kepentingan pribadi, tidak memuat unsur “membuat”, sebagaimana yang tertulis dalam pasal 4 tadi.

Jadi, dari aturan hukum tersebut, maka konsumen atau pengguna jasa VCS ini tidak bisa dipidanakan. Namun, hal ini akan berbeda untuk produsen atau penyedia jasa.

Karena para penyedia jasa video call sex ini bisa dikenakan pidana atas perbuatannya menyajikan atau menampilkan hal-hal ketelanjangan tadi.


penyedia jasa video call sex

Apakah Aktivitas Video Call Sex Diatur dalam UU ITE?

Seperti yang kita tahu, jika kegiatan pornografi yang satu ini memanfaatkan ruang digital untuk melancarkan aksinya. Bagaimanakah UU ITE mengatur kegiatan ini? Apakah ada sanksi pidananya bagi kedua pihak?

Pasal 45 UU No. 19 tahun 2016, mengatakan :
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Dari pasal tersebut, kita juga sekaligus bisa mengaitkannya dengan KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana). Hal ini sesuai dengan apa yang ada pada Pasal 281 :
barangsiapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan; barangsiapa dengan sengaja melanggar kesusilaan pada ketika kehadiran seseorang lain bertentangan dengan kehendaknya
dan juga pada Pasal 282 :
Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau barangsiapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri, meneruskannya, mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barangsiapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkannya atau menunjukkannya sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.
Lalu, kita juga juga perlu memperhatikan kata “mentransmisi”. Seperti yang kita pahami, jika transmisi merupakan kegiatan perpindahan data secara digital ke pihak lain.

Apakah teman-teman tahu, jika ini juga sesuai dengan bunyi Pasal 27 ayat 1 UU ITE?
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Dengan demikian, dalam kegiatan video call sex terjadi transimisi atau perpindahan konten pornografi, baik dari pemberi layanan maupun kita. Benar?

Dari penjelasan di atas, maka pelaku video call sex ini juga dapat dihukum secara pidana berdasarkan UU ITE.

cyber crime adalah

Internet Bagaikan Dua Sisi Uang Logam

Rasanya akan ada banyak pihak yang setuju dengan pernyataan di atas. Internet memiliki banyak sekali sebab akibat. Salah satunya untuk kegiatan pornografi sendiri. Jika teman-teman belum tahu, salah satu kejahatan yang termasuk dalam cyber crime adalah pornografi ini.

Tentu kita tahu, betapa mudahnya akses untuk mendapatkan konten bermuatan pornografi ini. Saat berselancar menggunakan internet, kita tidak hanya bisa mendapatkan video porno tapi juga layanan video call sex tadi.

Mungkin akan ada yang berpendapat jika melakukan video call sex adalah hak setiap orang. Ya, benar. Namun jangan lupa, bahwa Indonesia adalah negara hukum. Maka, sudah seharusnya jika kita tunduk terhadap segala peraturan perundang-undangan ini.

Hukum pidana ada untuk memberikan keteraturan dalam masyarakat. Tidak hanya memberikan efek jera, tapi juga menjaga agar norma-norma yang ada di masyarakat tetap terjaga sebagaimana mestinya.

Sanksi pidana pelaku video call sex, tidak hanya didukung oleh satu perundang-undangan saja. Maka bisa kita simpulkan juga, bahwa pemerintah pun memiliki tekad besar terhadap pemberantasan kegiatan pornografi ini, terlebih di ruang digital.

Baik dari KUHP, UU Pornografi hingga UU ITE semuanya saling terhubung untuk saling melengkapi. Ini juga sesuai dengan asas hukum, bahwa Undang-undang yang baru digunakan untuk melengkapi Undang-undang sebelumnya.

Mungkin kita merasa, jika saat melakukan video call sex ini adalah kegiatan privat. Namun jangan salah, kegiatan di ruang digital ini juga memiliki pagar hukum.

Tidak ada nasihat lain, selain gunakanlah internet dengan bijak.
Nimas Achsani
Nimas Achsani Parenting, pernikahan, finansial dan gaya hidup

5 comments for "Sanksi Pidana Pelaku Video Call Sex"

Desi's Corner August 7, 2022 at 7:54 AM Delete Comment
Semakin serem aja zaman sekarang. Baru tahu juga ada VCS ini. Tapi para pelaku juga sekarang pinter-pinter, bisa main kucing-kucingan sama hukum. Semoga aja mereka kena getahnya, dihukum biar sadar.
DokterTaura August 7, 2022 at 9:07 PM Delete Comment
Suka miris sih lihat iklan2 VCS bertebaran di twitter dengan mendompleng keyword yang lagi trending...
Semoga segera ditertibkan ya regulasi terkait VCS ini...
Deeva Collection August 7, 2022 at 9:12 PM Delete Comment
Literasi sperti ini nampaknya perlu disampaikan secara masif kepqda semua orang. Sehingga semua bisa tahu dan tentunya dapat mengerti semua hal berhubungan VCS dan produk hukumnya
Iva C Wicha August 9, 2022 at 8:42 AM Delete Comment
Bener2 kudu bijak dalam berinternet yaa, serta dijatuhkan dari sgala bentuk cybercrime yg makin marak ini
Hamimeha August 11, 2022 at 4:04 AM Delete Comment
bicara hukum dan "pasal karet" membuatku jadi berpikir, bahwa orang2 yang bekerja di ranah hukum harus jeli ya mbak. ngeri sekali dengan tanpa batasnya ruang digital membaut kita khususnya orang tua sih perlu memberikan edukasi lebih banyak pada anak2 kita. kalo orang dewasa secara sadar dengan sudut pandang posotif pasti paham jika perbuatan tidak senonoh itu buruk. lha anak? ini tantangan banget kan ya.