Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Griya Schizofren, Dari Hati untuk Hangatnya Pelukkan


Ada yang pernah nonton drakor Daily Dose of Sunshine? Di drama ini, kita diajak untuk melihat berbagai kondisi kesehatan mental, mulai dari Bipolar hingga Skizofrenia. Banyak kisah menarik yang bisa diambil, termasuk ketika sang perawat ternyata penderita depresi. Entah kenapa drakor ini terasa sangat dekat dan hangat, tak terasa mata pun hangat oleh air mata.

Apa kau seorang penjahat? Tak ada yang ingin sakit. Kau tak berbuat kejahatan atau menyakiti orang lain.

Sebagai pejuang kesehatan mental, aku merasa sangat relate dengan penggalan kutipan di atas. Bahwa nyatanya, stereotip masyarakat masih seperti itu. Menganggap kami yang memiliki masalah kesehatan mental adalah orang yang jahat -yang bisa melakukan hal buruk sesuka hatinya-.

Dr. Lydia Triana menyampaikan paparannya mengenai data kondisi kesehatan jiwa di Indonesia bahwa lebih dari 19 juta penduduk mengalami gangguan mental emosional, lebih dari 12 juta penduduk mengalami depresi, dan data bunuh diri per tahun ada sekitar 1.800 orang.
Nyatanya kami pun sama-sama ingin sembuh, ingin memiliki hari-hari yang menyenangkan, ingin memiliki hari yang penuh semangat dan semangat untuk terus hidup.

Menariknya, di tahun 2025 ini, stigma masyarakat masih saja sama, memandang kami para pemilik masalah kesehatan mental sebagai orang yang tidak beriman, gila, bahkan menjadi aib bagi keluarga. Jika sudah demikian, ke mana kami harus mendapatkan tempat aman dan nyaman? Tempat yang tidak menghakimi kita, teman yang tidak menghardik kita dan komunitas yang selalu mendukung kita.

Kesehatan Mental di Indonesia

Pada tahun 2024, 32 juta warga Indonesia diketahui mengalami gangguan mental seperti kecemasan dan bipolar, dengan 17,9 juta remaja juga dilaporkan mengalami masalah kesehatan mental. Data Kementerian Kesehatan tahun 2023 juga menunjukkan 20% penduduk (sekitar 54 juta orang) mengalami gangguan mental emosional, dengan 9,8% remaja pernah berpikir untuk bunuh diri.

Angka ini tentu saja tidak kecil. Seolah-olah kita hidup dengan dihantui masalah kejiawaan yang menunggu di depan mata. Hal serupa pun pernah aku alami. Ketika di rawat di rumah sakit, teman satu kamarku cukup beragam, mulai dari remaja belia hingga ibu yang sudah lanjut usia.

Benar sekali. Aku adalah satu dari jutaan Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK). Aku merasakan betul bagaimana stigma masyarakat itu sangat dekat dan lekat dengan kami.

Pandangan sebelah mata masih menjadi bagian dari harian kami. Ketika sedang di Rumah Sakit, ada seseorang yang bertanya aku sakit apa. Jujur saja aku bingung bagaimana harus menjawabnya. Sebab secara fisik memang tampak sehat, sedangkan yang sakit dari kami adalah jiwa -zat kimia dalam otak yang tidak seimbang-.

Akhirnya aku bilang “depresi pak”. Respon beliau sesuai prediksi “hah? Depresi? Kok bisa depresi memangnya mikirin apa?”

Aku memilih tidak melanjutkan obrolan dan mengakhirinya dengan senyuman. Sebab seperti sakit yang lain, masalah kesehatan mental juga bisa menyerang siapa saja dengan berbagai masalah.

Do Something About It - From Alpha Women : Triana Rahmawati

Menurut hasil penelitian di Indonesia, minimal 1-2% penduduk Indonesia mengalami skizofrenia. Artinya, dua hingga empat juta orang di Indonesia menderita masalah kejiwaan. Diperkirakan penderita skizofrenia aktif berjumlah sekitar 700.000-1,4 juta jiwa. Apalagi orang dengan masalah kejiwaan yang dirawat di rumah sakit jiwa di Indonesia hampir mencapai 70% karena skizofrenia.

Adalah Triana Rahmawati, seorang perempuan yang berada di balik gerakan sosial untuk orang dengan masalah kejiwaan. Di sela kesibukannya, kami sempat berbincang melalui panggilan telepon, membicarakan tentang bagaimana komunitasnya mulai berdiri dan terus bergerak sampai saat ini.

Melalui perjalanan panjang penuh jatuh bangun, Triana Rahmawati akhirnya meraih penghargaan bergengsi Satu Indonesia Award pada tahun 2017 dari Astra Indonesia sebagai bentuk apresiasi atas dedikasinya.

Belasan tahun menjadi relawan, tentu sangat campur aduk bagaimana perasaan MbakTria saat ini. Tidak satu dua kali ada keluarga yang menghubunginya dengan tujuan menitipkan saudara atau anggota keluarganya yang mengidap masalah kejiwaan. Sungguh sangat miris.

Rumah yang sejatinya harus menjadi tempat teraman dan ternyaman bagi ODMK, justru menjadi bumerang yang berkali-kali menyerang mereka, menghujam tepat di dada tanpa ampun.
 


Griya Schizofren: Jembatan untuk Orang Dengan Masalah Kejiwaan Menuju Keberdayaan

Orang dengan masalah kejiwaan sering dipandang tidak normal, aneh. Padahal kita dilahirkan dengan cara yang berbeda dan hidup di lingkungan yang berbeda. Triana Rahmawati
Adakah yang pernah mendengar nama Vincent van Gogh? Seniman kenamaan ini memiliki issue Bipolar Disorder, padahal karyanya sangat dikenal dunia, khususnya bagi para penikmat seni. Siapa yang menyangka? Jika seorang dengan masalah kejiwaan memiliki kemampuan untuk beraktivitas, bahkan berkarya dengan baik.



Jika teman-teman tidak mengenalnya, apakah nama BJ. Habibi terdengar asing di telinga? Dari beliau lah lahir banyak karya, mulai dari buku hingga film yang selalu laris manis di pasaran. Namun siapa sangka, jika beliau diduga mengalami psikosomatik malignant. Rasa kehilangan yang sangat dalam -karena ditinggal Ibu Ainun.

Bermula dari tahun 2012 ketika masih mahasiswa, MbakTria secara tak sengaja bertemu dengan ODGJ yang tiba-tiba adzan di dekatnya. Reaksi orang di sekitarnyalah yang kemudian membuat Mbak Tria tergerak, bahwa mereka pun manusia yang perlu dimanusiakan, bukan dipandang sebelah mata dan diabaikan keberadaannya.

Komunitas Griya Schizofren adalah wadah yang Mbak Tria bangun untuk mengumpulkan para relawan yang bersedia mendampingi teman-teman ODMK. Sebab menurutnya, ODMK pun memiliki hak dan kesempatan yang sama dengan orang “normal”.

Meskipun menggunakan nama Schizofren, tetapi ODMK yang diberdayakan tidak hanya terfokus pada satu jenis kondisi saja. Ada banyak orang dengan masalah yang berbeda yang juga tetap diberdayakan dan didampingi.



Aku mungkin nggak dibayar secara material fulltime di sini, tapi aku dibayar untuk selalu bersyukur sama orang-orang yang ngesupport orang lain. Padahal, hidupnya juga lagi nggak baik-baik aja.

Komunitas ini hadir untuk menjadi jembatan, bagi para ODMK dengan kehidupan yang lebih menyenangkan. Tidak hanya nama, tetapi Griya Schizofren juga memberikan berbagai program yang tujuannya adalah untuk memberdayakan dan meningkatkan kualitas hidup mereka.

Dengan latar belakang pendidikan Sosiologi, Mbak Tria mengajak kita untuk melihat manusia dari berbagai sudut pandang, bahkan “cobalah untuk melihat dari sepatu mereka”. Tak berhenti di situ, yang juga membuatku terharu adalah ternyata Griya Schizofren pun turut mempertemukan anggota keluarga yang hilang dengan keluarga besarnya. Bayangkan, betapa duka dan luka yang sangat dalam ketika keluarga kita tiba-tiba tidak pernah lagi mengetuk pintu rumah.


Relawan Hadir untuk Bantu Teman ODMK Terus Berdaya

Belasan tahun bergerak di bidang kesehatan mental tentu bukan hal yang mudah. Bahkan Mbak Tria mengaku sempat ingin menyerah di awal merintis Griya Schizofren. Namun siapa yang menyangka, jika ternyata komunitas volunteer ini bisa bertahan sampai hari ini.

Saat ini, Griya Schizofren bekerjasama dengan Griya PMI Peduli sebagai payung para teman-teman ODMK untuk terus dan tetap berdaya. Bersama mereka mengembangkan Solvenia yang merupakan wadah bagi para ODMK untuk menjual hasil karya mereka, yang tidak hanya unik tetapi juga selalu memiliki “pesan” tersirat di dalam setiap goresannya.

Dalam sebuah podcast, Mbak Tria menyampaikan satu kalimat yang menarik tentang kegiatan ini. Bahwa katanya

Itu cara untuk kita menghargai mereka, menghargai karya mereka dan menghormati kemampuan mereka. Beli tidak karena kasian, tapi karena karyanya bagus.
Mendengar ini aku teringat lagi drama Korea Daily Dose of Sunshine. Ada sebuah part, di mana para wali pasien protes ke pihak manajemen rumah sakit karena mempekerjakan perawat yang menderita depresi. Pihak manajemen tegas menjelaskan bahwa tidak ada alasan untuk tidak mempekerjakannya karena secara profesi, si perawat bisa bekerja dengan baik.

Di bagian ini pun aku nangis, ya. Membayangkan bagaimana jika aku dan semua teman-teman ODMK harus mengurung diri selamanya di rumah dan bahkan tidak bekerja hanya karena memiliki masalah kesehatan jiwa.

Bersama dengan Griya PMI Peduli Surakarta, Griya Schizofren banyak mengadakan kegiatan yang bertujuan untuk membuat semua penghuninya tetap terhubung dengan dunia luar, salah satunya adalah melakukan art therapy. Btw, aku juga melakukan art therapy sampai saat ini.

Melalui art therapy, semua penghuni Griya PMI Peduli Surakarta bebas mengekspresikan isi hati dan pikirannya.

Sebab,bukankah terkadang coretan lebih bermakna daripada barisan kata yang teramat panjang? - Nimas Achsani

Para relawan yang tergabung dalam Griya Schizofren pun turut aktif dalam pemberdayaan dan kemandirian penghuni Griya PMI Peduli. Tidak hanya diajak untuk melakukan terapi yang menyenangkan, tetapi juga memberikan pelatihan yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi jaman saat ini.
 

Benang Merah Satu Indonesia Awards dengan Griya Schizofren

Satu yang dilakukan Satu Indonesia Awards dan yang tidak dilakukan dengan yang lain adalah konsisten mengupdate sejauh mana perkembangannya.
Mungkin apa yang dilakukan Satu Indonesia Awards terlihat sederhana, “hanya mengabarkan”. Namun siapa sangka jika itu menjadi dampak yang luar biasa bagi banyak pihak, termasuk Mbak Tria dengan Griya Schizofrennya.

Orang yang punya masalah kejiwaan adalah orang-orang yang memiliki standar beda, kita saja yang tidak mau memahami standar orang lain dan ingin menarik orang lain dengan standar kita. Padahal, orang lain juga punya hak untuk dia punya standar mereka sendiri - Triana Rahmawati

Mbak Tria seolah membuka lembaran pikiran yang tak pernah terketuk oleh siapapun. Aku diajak membayangkan, betapa menyenangkan dan bebasnya hidup sebagai gelandangan. Bebas makan apa saja, tidur di mana saja. Tentu saja ini konsep yang sangat menarik untukku pribadi.

Griya Schizofren sendiri esok akan turut memperingati Hari Kesehatan Mental Sedunia. Mengingat jumlah pengidap

Menutup tulisan ini, aku ingin mengutip kalimat Mbak Tria

Besar atau kecil perhatian, buatku adalah berkemajuan dan berkelanjutan.






#SatukanGerakTerusBerdampak #KitaSATUIndonesia

Referensi :

https://societyfisipubb.id/index.php/society/article/view/223/229
https://fisip.ui.ac.id/konferensi-ilmiah-tahunan-kesehatan-jiwa-indonesia-saatnya-bicara-kesehatan-jiwa/#:~:text=Dr.%20Lydia%20Triana%20menyampaikan%20paparannya,tahun%20ada%20sekitar%201.800%20orang
Nimas Achsani
Nimas Achsani Parenting, pernikahan, finansial dan gaya hidup

Post a Comment for "Griya Schizofren, Dari Hati untuk Hangatnya Pelukkan"