Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sisi Lain Anak Dari Perkawinan

Setiap manusia tentu membutuhkan kejelasan keturunan, bagimana dan darimana mereka dihasilkan. Bibit setiap manusia merupakan salah satu tolak ukur bagaimna kualitas keluarga dipandang masyarakat. Setiap anak yang lahir ke dunia, sudah tentu dia akan mendapatkan pengakuan sebagai manusia seutuhnya yang dibuktikan dengan keluarnya akte kelahiran atau surat keterangan lahir. Dalam selembar kertas tersebut memuat beberapa hal diantaranya siapa nama orang tua dan kapan di dilahirkan. Hal ini merupakan identitas pokok selama manusia hidup. Namun bagaimana jika status anak ini dipertanyakan setelah dia lahir hidup ke dunia?

Menurut Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat dalam bukunya (1), menyatakan bahwa seorang perempuan yang berzina kemudian hamil maka anak yang dilahirkannya adalah anak zina, dengan kesepakatan para ulama. Konsekuensi lainnya adalah putusnya nasab anak dengan ayahnya, termasuk pula hak waris dan perwaliannya.

Berbeda dengan yang diatur dalam Undang-undang Perkawinan no. 1 Tahun 1974, di dalamnya menyebutkan ada dua status anak, yaitu: anak sah dan anak di luar nikah.
Anak sah, menurut Pasal 42 Undang-undang tersebut adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Sedangkan anak di luar nikah adalah anak yang dibuahi dan lahir di luar perkawinan yang sah. Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 99 (a) menyatakan bahwa anak sah adalah anak yang lahir dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.

Namun, dalam pengertian tersebut kemudian menimbulkan pertanyaan, bagaimana jika anak tersebut lahir "dalam" perkawinan yang sah?
Karena seperti yang kita ketahui bahwa pernikahan yang diselenggarakan ketika wanita telah hamil adalah sah menurut hukum. Tentu ini mencederai ajaran agama. Karena tidak ada agama yang mengijinkan ummatnya untuk melakukan hubungan badan di luar pernikahan.

Kemudian mengenai status keperdataan si anak dengan ayahnya. Anak luar kawin, hilang segala status keperdataan dengan ayahnya. Yang mana, si anak tidak bisa dinasabkan pada selain ibu dan keluarga ibu, tidak pula memiliki hak waris atas ayahnya, tidak berhak atas perwalian dari ayahnya. Namun setelah dilakukan uji materi pada Undang-undang Perkawinan, maka anak di luar nikah ini bisa mendapatkan haknya sebagai anak dari ayah selama bisa dibuktikan dengan teknologi (tes DNA).

Terlebih lagi, pihak yang mengeluarkan putusan tersebut mengatakan bahwa yang dimaksud dengan di pernikahan sah adalah nikah siri, atau anak hasil perzinaan, kumpul kebo, selingkuh dan lain-lain. Tentu saja hal ini menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Dimana salah satunya adalah membuka terjadinya kegiatan seks bebas atau pelacuran. Karena jika "tanpa sengaja" lahirlah si anak dari kelakuan buruk mereka, anak tersebut akan mendapat hak yang sama.

Apa yang diadopsi pemerintah sebagai pertimbangannya adalah cermin bahwa bukan sisi agama yang dikedepankan. Karena jika pemerintah mengadopsi ajaran dan atau Hukum Islam maka hak-hak anak yang lahir dari nikah siri sama dengan anak yang lahir dari perkawinan yang dicatatkan secara sipil. Padahal dalam Hukum Islam anak yang lahir dari pernikahan siri memiliki hak yang sama dengan anak lahir dari perkawinan yang dicatatkan secara kenegaraan.

Jika pemerintah mengklaim bahwa putusan uji materi ini untuk menghindarkan masyarakat dari perzinaan, perselingkuhan dan juga seks bebas, maka yang seharusnya dilakukan adalah penegakkan revolusi mental secara besar-besaran, memberikan edukasi bermuatan religi bukan hanya kepada pelajar namun juga penduduk berusia dewasa, sebagaimana sila kedua dan kelima Pancasila, Kemanusiaan yang adil dan beradab dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

#komunitasonedayonepost
#ODOP_6
#tantangan2
#nonfiksi

Nimas Achsani
Nimas Achsani Parenting, pernikahan, finansial dan gaya hidup

Post a Comment for "Sisi Lain Anak Dari Perkawinan"