Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

BERDAMAI DENGAN LUKA


Rumah tangga yang dulu hangat, berjalan penuh romansa nan mendayu, kini berubah. Tak ada lagi cinta, bahkan celah untuk saling merindukan pun tak ada.
Visi misi pernikhan tak lagi sejalan, solusi tak pernah berhasil ditemukan. Bahkan maksiat, melalaikan titah Tuhan pun menjadi hal lumrah.  Seperti itukah rumah tangga yang akan kita ceritakan pada anak cucu kelak?

Maka menyudahinya, menutupnya dan membuka kisah baru yang lebih, itu lebih baik.
Saya yakin, di luar sana banyak yang terseok ketika menyembuhkan luka pasca pengkhianatan dalam pernikahannya. Hingga pada akhirnya, ada luka hatio yang menganga dan sebuh jiwa baru yang lebih tegar. Pasti.

Saya pun meyakini satu hal, bahwa perselingkuhan bukanlah solusi untuk menyelesaikan masalah. Sekali lagi, pulanglah dan duduk bersama.

Di rumahmu, ada hati yang seharusnya kau jaga. Ada mata yang harus kau tahan linangan air matanya. Ada tubuh yang harus kau dekap untuk menguatkan. Ada jiwa yang harus kau tuntun menuju surga. Semua itu, ada di rumahmu. Bukan rumah yang lain.

Pulanglah dan duduk bersama. Bukan justru pulang pada rumah yang lain lalu memupuk cinta pada lahan asing.

***
Seorang istri, pernah bercerita pada saya tentang perselingkuhan yang datang di tenagh pernikahannya. 
Bagaimana dia bertahan atas gunjingan kerabat dan tetangga yang begitu gencar. Bagaimana dia membanting tulang untuk sekedar membeli susu anak. Bagaimana dia bersusah mencari suami yang membawa lari bayi kecilnya. Bagaimna dia harus memangkas pengeluaran untuk tagihan listrik bulanan.

Sakit, sedih dan marah. Suaminya tak lagi miliknya, tidak pula milik anak-anak mereka. Dia pun tak ingin pernikahannya diwarnai perselingkuhan. Perang batin terjadi, apakah harus berpisah atau bertahan dengan luka yang akan semakin parah?

***
Dalam banyak kasus, perselingkuhan adalah penghancur utama pernikahan. Banayak energi yang terkuras untuk bertahan darinya. Penyembuhan emosional membutuhkan waktu yang lama.
Maka biarkan mereka yang terluka hatinya untuk menyembuhkannya tanpa campur tangan rasa sok tau kita. Dampak psikologis seperti syok, malu, tersakiti dan merasa dikhianati jelas dirasakan pihak yang menjadi korban.

Namun ternyata, wanita lah yang membutuhkan waktu lebih lama untuk peyembuhannya. Munculnya keinginan untuk menarik diri, malu hingga terus mengingat perselingkuhan meskipun pasangannya tidak lagi melkaukannya atau bahkan ketika mereka telah berpisah.

Perselingkuhan adalah momok besar tanpa penawar.

***
Saya yakin, setiap pasangan yang menjadi korban perselingkuhan, pasti jatuh bangun memperbaiki hatinya. Mereka membutuhkan kita. Namun, jika hanya ingin mengorek lukanya lebih dalam, sebaiknya urungkan. Mereka butuh dekapan orang-orang yang memiliki empati dan simpati, bukan sekedar tuntutan gosip.

Namun bukan hanya mereka (suami atau istri). Ada manusia-manusia ‘kecil’ yang sama kacaunya dengannya, yang kemudian memanggil mereka dengan sebutan ‘orang tua’.

Ana Nogales, seorang buku perselingkuhan sekaligus psikolog klinis, mengatakan bahwa da dampak yang dirasakan anak ketika ornag tua selingkuh, misalnya sulit percaya pada orang lain, atau emosi anak yang terbelah antara benci dan merindukan kepergian salah satu orang tuanya.

Itulah kemudian, mengapa berdamai dengan luka pasca perselingkuhanitu butuh waktu tdan proses yang panjang. Karena bukan hanya satu orang yang harus diperbaiki. Beri mereka (anak) ruang dan waktu untuk mencerna kenyataan, serta segala emosi yang mereka rasakan.

Karena sama halnya denga para orang tua, anak pun butuh waktu lama untuk berdamai dengna perselingkuhan orang tuanya. Jangan memaksa mereka seketika paham dnegan kondisi pernikahannya, tetap berada di dekatnya dengan penuh kasih sayang, akan sedikit memulihkan hatinya.

Mereka tak akan bisa langsung memaafkan orang tuanya, sebagaimana orang tuanya.

#ODOPbatch6 #Nonfiksi





Nimas Achsani
Nimas Achsani Parenting, pernikahan, finansial dan gaya hidup

Post a Comment for "BERDAMAI DENGAN LUKA"