Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

#tiga : Ruang Tanpa Jendela




Berulang Dibunuh


 Belati itu masih menancap di tengkukmu, sesaat setelah aku mendapatimu tersenyum lalu terhuyung. Tanganmu seolah menyerah pada perih, dadamu tak lagi bergerak, matamu terpejam rapat, tubuhmu hangat dan mulutmu tak rapat sempurna.

Tok ... tok ... tok ... tok ...

Aku mencari sumber suara itu. Dekat sekali. Bukan, itu bukan ketukan pintu. Bukan pula dentuman palu.

Mataku menemukannya. Seketika membungkam mulutku rapat. Mataku mungkin menyalak hampir keluar. Jantungku berdetak tak beraturan. Astaga ...

Ternyata, jari tanganmu tengah asik menari di atas lantai. Dengan santainya, irama ketukan itu begitu lembut. Jarimu masih selentik tadi, beberapa menit yang lalu, ketika kepalamu menghantam lantai.

Hai, ada berapa nyawa yang sesungguhnya kau simpan? Sial. Aku tidak memperhitungkan ini.

Tapi, maafkan aku sayang. Maaf. Aku tak bisa melakukan banyak hal, aku ... aku... aku hanya bisa membunuhmu lagi. Sekali lagi.

Jari-jariku melingkar dengan kuat di lehermu. Bahkan urat-uratnya nampak dari permukaan. Aku tidak bermaksud menyakitimu, tapi ini adalah jalan terbaik untuk memisahkanmu dari dirimu yang lain.

Bagiku, salah satu dirimu harus mati.

Tak ada lagi pergerakan. Ku pastikan itu. Aku beranjak. Berdiri, menatapmu bersimbah darah dengan belati menyembul di belakang kepalamu.

Aku mengganti baju. Baju kesukaanmu. Kaos oblong warna ungu tua, kau sebutnya ungu terong. Ku tinggalkan seragam kerjaku, di samping jasadmu.

Aku pamit. Besok, aku berjanji akan mengunjungimu lagi. Memastikan salah satu dari dirimu telah tiada, atau aku harus mengulangi lagi pembunuhan ini.

Aku sudah mengunci pintu rapat. Beberapa tetangga nampak sedang berbincang di rumah pak RT, tentu saja aku menyapa mereka, sebab bukankah katamu kita harus mampu bersosial? Mereka begitu ramah.

Aku berlalu, semakin jauh meninggalkanmu yang tak lagi merasakan sekarat.

Aku ingin kamu mengetahui satu hal, aku tidak gila seperti yang selalu kau agung-agungkan tiap malam.

Ya, aku tidak gila. Kamu, adalah orang yang tidak waras, sebab ada banyak kehidupan dalam dirimu.

 

 Bersambung ...

Nimas Achsani
Nimas Achsani Parenting, pernikahan, finansial dan gaya hidup

Post a Comment for "#tiga : Ruang Tanpa Jendela "