Aku berdiam dalam rintik hujan yang menderu
Jatuh, bersimpuh dalam kubangan rindu
Aku menjadi beku, kaku, kelu
Tak mampu lagi kulangkahkan kaki menujumu, yang kurindu
Aku tak mampu bergeming
Hanya diam dan melinangkan air mata
Hanya mengguratkan senyum dalam semu tatapan
Entah waktu sudah mencacatnya seberapa lama
Ketika aku, tetap saja menyimpannya
Rindu yang begitu hangat dan mematikanku
Rindu yang begiu manis dan menusukku
Dirimu
Pergi dengan meninggalkan tumpukkan rindu, untuk kuhabiskan seorang diri
Kini,
Rindu itu masih bersisa, masih tertumpuk
Kadang ada rasa ingin tahu
Kapan tumpukkan rindu itu akan segera aku habiskan?
Atau, aku kekurangan tumpukan itu?
Dirimu
Pergi tanpa meninggalkan dekapan
Namun menorehkan sayatan yang selalu aku dekap
Sayatan luka yang tak jarang aku tepis perihnya
Sayatan luka yang kadang tak ingin aku sembuhkan
Itulah dirimu,
Sepeti itulah dirimu kukenang,
Sejak kepergianmu

Beranda
› Uncategorized

Blogger, content writer dan penulis buku.
Tertarik dengan dunia pernikahan, psikologi, pendidikan dan finansial. Menulis bukan sekadar merangaki kata, namun juga menciptakan kenangan dan menebar manfaat.
Related Posts
There is no other posts in this category.About Me

-
Nimas Achsani
- Blogger, content writer dan penulis buku. Tertarik dengan dunia pernikahan, psikologi, pendidikan dan finansial. Menulis bukan sekadar merangaki kata, namun juga menciptakan kenangan dan menebar manfaat.
Label
- essay 37
- fiksi 25
- Finansial 3
- parenting 17
- pendidikan 9
- pernikahan 23
- psikologi 6
- tips 12
Archive
Popular
-
ALASAN MENULIS DAN MENGELOLA WAKTUMenulis itu membuang waktu dan sebuah pekerjaan yang tabu? Benar, ada sebagian masyarakat yang meng…
-
Ruang Tanpa JendelaAku bisa saja membunuhnya jika mau. Menusuknya dengan sebilah pisau dapur ketika dia ti…
-
BUKAN BILANGAN FIBONACCI"Teruslah berhitung sampai aku datang. Teruslah berhitung seperti ketika kita mai…
Posting Komentar
Posting Komentar