Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Matinya Benalu

"Jika waktunya tepat, aku akan menggunakan kerudung besar seperti yang kau pakai itu"

"Kapan? Kita tak pernah tau, kapan ajal kita. Mau menungggu apa?"

"Aku belum siap"

"Ini buka soal  kesiapanmu, ini adalah kewajiban, dan bukti keimananmu pada Illahi"

"Wah, ternyata kehidupan kota sudah membuatmu berubah. Kau kini keras, terlalu berlebihan dalam agama"

"Sungguh, tak pernah ada berlebihan dalam beragama, yang ada justru berlomba-lomba dalam kebaikan Nay! Aku akan menemanimu belajar, kujaminkan diriku"

"Siapa kamu sampai memerintahku seperti ini? Kau lihat bapak ibuku, mereka diam tak mengoreksi apa yang aku pakai"

"Itu Nay, aku tidak ingin diam melihatmu seperti ini. Akupun  tak memaksamu  harus berpakaian sepertiku, tapi paling tidak, tutuplah dirimu dengan baik. Jaga dirimu Nay. Kita itu mahal"

"Hahahaha kamu seperti mamak-mamak yang ada di televisi tiap pagi Sa, kau sudah pandai menggurui. Hebat kau sekarang"

"Nay, aku tak pernah sekalipun merasa diriku ini hebat, merasa paling paham tentang agama. Engkaupun tau seperti apa aku yang dulu, aku hanya ingin berbagi pengetahuanku padamu Nay. Aku tidak ingin engkau menambah tumpukkan kesalahan, apalagi untuk kesalahan yang sama"

"Sa, Islam itu bukan soal atribut. Islam itu tentang ibadah dan hati"

"Betul Nay, sangat betul pernyataanmu. Termasuk kerudung ini. Jika bagimu ini hanya selembar kain yang membuatmu panas, atau kain yang justru akan membuatmu nampak tua. Kau salah. Ini adalah bentuk keimananmu. Ini bentuk ketaatanmu pada Rabb dan Nabimu. Jika katamu Islam adalah soal hati, atau jangan-jangan sudah matikah hati kecilmu sekarang? Ketika engkau tau perintahNya dalam kalam suci namun terang-terangan kau dustai? Sudah mati hatimu Nay?"

"Sa, berhentilah membual sebelum habis sabarku"

"Aku tak akan diam, apalagi kepadamu. Aku akan terus bicara, sampai Rabb hentikan suaraku"

"Sa, biarlah aku menunggu hidayah itu datang. Sungguh, di dalam hatipun aku ingin melakukannya. Sungguh. Tapi itu tak mudah Sa, tak perna mudah"

"Nay, hidayah itu ibarat garis start. Jika kita tak bergerak mendekat, tak mungkin garis itu akan mendekat. Kita yang harus bergerak Nay, harus dan paksakan"

Hening.

"Nay, kamu hanya perlu mencoba. Allah itu dekat dan sangat dekat dengan kita, hambanya. Allah itu Maha Pengampun dan akan selalu begitu. Setiap yang tertulis pada kalam Illahi adalah benar dan tidak akan pernah bisa dipersalahkan"

"Nay, aku tau dan sangat paham apa yang kau rasakan saat ini. Lingkungan telah membentuk kita menjadi dua manusia yang berbeda, dan hidayahpun telah memisahkan jalan kita. Maka dari itu Nay, aku ingkin kita kembali pada jalan yang sama. Jalan dimana kita bisa bergandeng tangan dengan senyum merekah, bukan justru jalan yang memisahkan kita dalam permusuhan. Tidak Nay, sungguh aku tidak ingin yang seperti itu"

"Akupun dulu sama sepertimu, aku menentang segala kebenaran yang Allah tunjukkan padaku. Kupikir, Islam hanya tentang sholat 5x sehari, puasa satu bulan penuh atau ke Mekkah kalau kita punya uang. Nyatanya tidak Nay. Islam jauh lebih kompleks dan indah dari itu"

"Islam telah membentukku menjadi manusia baru Nay, dulu ku terima Islam sebagai agama bawaan ketika aku lahir. Namun sepertinya Allah ingin aku melihat Islam sebagai agama yang penuh cinta. Hingga kemudian pelan-pelan Allah pahamkan aku tentang ilmu-ilmu yang sama sekali tak pernah ku tau. Nay, Allah itu sangat baik"

"Cobalah dari hal-hal sederhana Nay, maka kamu akan semakin menyadari betapa nikmatnya Iman Islam yang kita terima. Di luar sana Nay, banyak manusia bekerja tanpa agama dan Tuhan. Bagi mereka agama dan Tuhan adalah sesuatu yang fiktif dan tidak bisa diselesaikan dengan ilmu fisika. Kau tau Nay, bahwa rahasia penciptaan kehidupan inipun tak pernah menemui titik simpul  yang sama. Berbeda dengan Islam, kau akan dapatkan perintah dan ibroh dari kitab yang sama, kitab yang tak pernah diberharui dan akan selalu digunakan sepanjang hidup manusia. Setiap mukmim akan menemukannya pada tempat yang sama. Karena Islam tak pernah menyesatkan"

"Nay, kamu tau kemana harus mencariku. Aku memang tak selalu ada, tapi bisa kupastikan jika engkau memintaku, aku akan selalu hadir. Bukan sekedar untuk memberimu bualan-bualan tentang keesaan Tuhan, namun juga untuk menguatkan setiap langkahmu Nay"

"Sa, mungkin kita harus berpisah siang ini. Entahlah, tapi aku berterimakasih dan marah padamu disaat bersamaan"

"Nay....."

Waktu masih berlalu tanpa ada jumpa diantara mereka berdua, diantara dua gadis yang dulu telah mengikatkan hubungan mereka pada sebuah pohon bernama "sahabat". Namun perlahan, sepertinya pohon itu bukan hanya memberikan arti "sahabat" pada mereka, namun juga tentang "kemanusiaan".

Ku lihat beberapa waktu lalu, Shafiyah menangis ketika melihat Naya keluar dari sebuah gereja. Ya, kadang manusia memang menangis di belakang temannya, bukan untuk menutupi kebohongan namun agar "terlihat baik-baik saja".

#komunitasonedayonepost
#ODOP_6

Nimas Achsani
Nimas Achsani Parenting, pernikahan, finansial dan gaya hidup

Post a Comment for "Matinya Benalu"