Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kanvas dan Kertas - 2

Ruang komputer dan ruang BK menjadi sasaranku beberapa hari terakhir ini. Dengan satu folder transparan berisi berkas-berkas admiministrasi SNMPTN yang tak lupa ku tenteng. Tiba-tiba masuk sebuah pesan singkat dari adikku, ada sebuah surat yang ditujukan untukku.

Sebuah amplop berwarna jingga, dari STISI Telkom ternyata. Tersenyum dengan menutupi debaran jantung yang tak terkira. Perlahan kubuka segel yang memenuhi seluruh ujung amplop. Bahagia dan khawatir bercampur ketika perlahan ku ambil beberapa lembar kertas HVS tebal itu.
Aku menangis, tak bisa ku bendung lagi bahagia yang mengharu biru. Aku diterima di perguruan tinggi impianku.

Beberapa hari berselang, aku berdua dengan ibu di sebuah senja. Bahagia itu masih terasa, bahkan amplop dan isinya masih ku simpan rapi. Amplop itu tergeletak di ujung meja ketika kami berbincang ringan, awalnya.

"Buk, gimana uang daftar ulangnya?"

"Ibuk kira biaya dulu enggak semahal itu lho ndhuk, 16 juta itu banyak."

"Iya buk, aku juga kaget waktu lihat rincian biayanya."

"Bandung itu jauh lho ndhuk, kalau ada apa-apa sama kamu gimana?"

"Aku bisa numpang di rumah Mas Agus buk."

"Mau numpang 4 tahun? Ora tau komunikasi tiba-tiba arep ngrepoti yo ora penak. Biaya hidup disana juga mahal."

"Besok aku minta tolong dicarikan kos yang paling murah aja enggak apa-apa buk." Aku menatap ibuk,"aku bisa bawa mie instan sekardus, bawa beras, sambel pecel juga dari rumah. Atau ikut kerja sambilan," tandasku.

"Ibu harus biayai yang di rumah juga ndhuk. "

Aku diam, merebahkan tubuhkubdi kursi sudut ruang tamu. Sesekalibku pejamkan mata, mencoba mencerna setiap kata yang ibu sampaikan. Ku hela nafas dalam-dalam.

"Adikmu kemarin bilang mau kuliah juga. Dua anak kuliah itu butuh biaya banyak, berarti ada tiga tempat yang harus ibu hidupi."

"Tapi aku pengen kuliah di Telkom bu."

"Kamu kan sudah daftar undangan, ditunggu dulu pengumumannya."

"Kalau aku tidak diterima bagaimana? Aku sudah tidak tau harus kuliah dimana lagi."

"Jangan gitu ndhuk, ibu doakan kamu setiap hari. Insya Allah diterima."

"Ibu doakan aku masuk Telkom juga?" Ibu diam, dan aku menahan tangis.

"Kami enggak kasihan sama adikmu?" Kini aku benar-benar menangis, tumpah tanpa suara.

Ibu, adik, nenek dan mimpiku semua bermunculan, terbang melayang bebas dalam otakku. Ibu membiarkanku menangis di ruang tamu, kemudian meninggalkanku ketika aku terlelap dengan wajah basah oleh air mata.

Waktu berlalu, aku yang berusia 18 tahun tengah mencoba menyembuhkan luka. Ya, Ridho Allah adalah Ridho orang tua. Ketika ibu tidak ridho aku ke Telkom, maka Allah membuat segalanya begitu sulit. Melepaskan mimpi di depan mata, demi orang-orang tercinta.

Pengumuman SNMPTN sudah berlalu, kini saatnya bagiki melengkapi administrasi kampus. Doa ibu dikabulkan. Aku diterima di Fakultas  Hukum Universitas Negeri Semarang.
Dua semeter berlalu, beberapa kali aku masih mendapat pesan berisi tawaran  beasiswa dari Telkom. Ibu tak bergeming ketika aku dengan berapi-api memberitahukannya.

^bersambung

#komunitasonedayonepost
#ODOP_6

Nimas Achsani
Nimas Achsani Parenting, pernikahan, finansial dan gaya hidup

Post a Comment for "Kanvas dan Kertas - 2"