Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Menuntaskan Rindu

Siapa yang tak suka dengan sentuhan manja kekasihnya? Pun diriku.

Seperti biasa. Malam itu dia datang padaku selepas membersihkan dirinya. Membiarkan rambutnya tetap basah, mengenakan setelah kaos gelap dan celana kolor kesayangannya. Ah, aku rindu bau tubuhnya.

Tersenyum dan mulai mendekati, ku rasa hanya sejengkal jarak tubuh kita. Bahkan, aku mampu mencium dengan baik aroma nafasnya. Bau pasta gigi dengan perasa mint, andalan kita.

Perlahan ku rasakan ujung jari-jarinya mendarat di tubuhku. Menyentuh tanpa batas dan sekat. Dekapannya menguat, seiring dengan lampu yang kian redupndan ruangan yang semakin dingin.
Bersembunyi di balik selimut hadiah pernikahan. Ku biarkan dia menguasai tiap jengkal sudutku.

Ku lihat dari temaran lampu, keringatnya menetes perlahan. Ah, dia benar-benar menuntaskan rindunya padaku malam ini. Nafasnya tak memburu, teratur dan perlahan. Ku dengar tiap detak jantungnya. Matanya terpejam, dan dia terlelap. Terkulai, meninggalkanku berbalut selimut.

Sang surya meninggi. Dia masih terlelap, wajahnya memantulkan sinar yang begitu hangat. Tak ada lagi selimut, tak ada lagi yang menutupi tubuhku. Begitu pun dia, kekasih hatiku. Dadanya bidang, beberapa otot nampak dari kulit luarnya yang bersih.

Jam pada ponselnya berdering beberapa kali. Sesekali dia menggerakkan tubuhnya. Ku harap dia akan segera bangun dan mengajakku menikmati udara pagi. Namun tidak, justru dia menarikku dalam pelukannya.

Matanya masih terpejam, ketika dia menarik selimut dan menutup tubuh kami. Masih rindukah dia padaku? Belum tuntaskah luapannya semalam? Perlahan dia mulai berkeringat. Namun dia tak melepaskan pelukkannya.

"Sebentar lagi, hanya sebentar," bisiknya. Aku tersenyum, mengamati garis lelah di wajahnya.
06.30, ponselnya kembali berdering, namun dia tak berkutik.

"Ah, aku tak ingin beranjak dari kasur ini. Lima menit lagi," ujarnya sembari menarik tubuhkku.

Sepertinya dia benar-benar lelah. Tak biasanya dia seperti ini. Sekalipun dia menginginkanku ada, dia selalu terbangun pada deringan pertama ponselnya.

Demam? Aku terkejut ketika menyentuh keningnya yang berkeringat. Pelukan itu terlalu kuat mengikatku. Aku harus segera beranjak dan mengambil semangkuk air dingin untuknya.

Namun, sedetik kemudian ku dengar dia merintih, "aku ingin pulang."

"Kemana?", tanyaku menahan pilu. Wajahnya memucat, ujung jari kakinya dingin namun tubuhnya bersuhu tinggi. Tak ada jawaban, dia hanya menguatkan pelukannya.

Aku tak tega. Ingin ku bangunkan dan membawanya ke klinik terdekat, segera. Namun dia lebih memilih berada di sampingku. Berusaha meminta sedikit media penetral suhu tubuh.

Dekapannya benar-benar menguat kali ini. Kuku-kuku jarinya terasa sedikit mencengkeram bagian belakang tubuhku.

"Hai, bangun! Ayolah!" Namun tak ada jawaban. Nafasnya memburu, wajahnya memerah, tubuhnya dingin.

"Re, sadar Re. Re, ayo ke klinik." Masih tak bergeming. Urat-urat lehernya seperti tertarik, kukunya kini mengepal.

"Sakit, sakit," erangnya.

Selebihnya, adalah haru yang berbalut duka. Kekasihku pergi untuk selamanya, setelah menunaikan segala rindunya padaku. Dia pergi dalam pelukku.

Kini aku sendiri tanpa arti. Karena tanpa dia, aku hanyalah seonghok guling yang berkahir di pembuangan sampah.

Re- aku rindu

#komunitasonedayonepost
#ODOP_6
#tantangan

Nimas Achsani
Nimas Achsani Parenting, pernikahan, finansial dan gaya hidup

1 comment for "Menuntaskan Rindu"

sudut pandang vina July 26, 2022 at 10:33 PM Delete Comment
KAK NIMAS KENAPA SELALU BIKIN ENDING YANG BEGINIIII HEUHEU TAPI KENAPA CANDU BANGET SIH BACA CERITA KAKAKKKK. Kayak out of the box, gitu. Emosinya bener-bener ditarik ulur kayak sebentar bahagia, tapi dijatohin. Nyesek parah.