NAK, SEBENTAR YA
“Ibu sedang sibuk, tunggu sebentar”.
“Nanti ya”.
“Ayo cepat, jangan lama-lama gini”
“Nanti ya”.
“Ayo cepat, jangan lama-lama gini”
***
Ucapan-ucapan tersebut tentu sering terlontar dari para ibu, terlebih ketika berhadapan dengan rengekan atau drama harian anak-anak. Sebuah kondisi ketika anak pertama baru belajar makan atau mandi sendiri, namun ternyata sudah harus menyandang gelar baru sebagai seorang “kakak”.
Malam itu, saya mendengar dengan tenlinga sendiri. Sebuah percakapan singkat antara ibu dan anak pertamanya.
“Bun, aku mau dibacain dongeng ini”.
“Sebentar ya, tunggu adek tidur dulu”.
“Sebentar ya, tunggu adek tidur dulu”.
Maka, berlalu lah “si kakak” dengan sebuah buku dongeng lusuh di tangannya.
Pada waktu yang lain,
“Ayo cepat. Bunda harus urus adik juga, bukan Cuma kakak”.
***
Bunda, Ibu, Umi, Amak, Mama atau apapun panggilan kita di dalam rumah, lupakah kita akan sesuatu?
Di malam itu, ternyata dia menunggu kita sampi tertidur. Berguling buku dongeng dan boneka kecil kesayangannya.
Di malam itu, dia memilih mencari anggota keluarga yang lain, untuk sejenak “menggantikan” posisi yang alpa.
***
Dia, anak pertama dalam pernikahan kita. Anak yang menjadi tempat kita belajar tentang banyak hal.
Bu, akan selalu ada waktu dimana “si kakak” ini ingin diperhatikan lebih. Karena dulu, dialah satu-satunya dalam keluarga.
Dulu, dia tidak perlu menunggu untuk sekedar nebdengar dongeng kita.
Dulu, dia tak harus kita buru-buru ketika suapan makan siang tersendat dalam kunyahan.
Dulu, dia yang berada dalam gendongan kita, dan kini kita minta dia untuk berjalan kaki.
Dulu, dia tidak perlu menunggu untuk sekedar nebdengar dongeng kita.
Dulu, dia tak harus kita buru-buru ketika suapan makan siang tersendat dalam kunyahan.
Dulu, dia yang berada dalam gendongan kita, dan kini kita minta dia untuk berjalan kaki.
***
Sering kali, kita sebagai orang tua meminta dipahami secara berlebihan. Seolah-olah kitalah yang paling kewalahan mengurus anak-anak yang masih kecil.
Harus mengurus bayi yang “masih susah” berkomunikasi, juga mengurus anak yang usianya masih terbilang dengan hitungan jari?
Coba kita perhatikan kembali gelagat “si kakak”.
Bukankah kini dia semakin pandai berbisik ketika adiknya terlelap?
Bukankah kini dia mampu berjinjit tanpa meninggalkan derit saat beranjak dari kasur?
Bukankah dia telah ikut menghibur adiknya yang seharian rewel dengan lawakannya yang bahkan jauh dari kata lucu, atau sekedar mengusap buku-buku jari adiknya?
Bukankah kini dia mampu berjinjit tanpa meninggalkan derit saat beranjak dari kasur?
Bukankah dia telah ikut menghibur adiknya yang seharian rewel dengan lawakannya yang bahkan jauh dari kata lucu, atau sekedar mengusap buku-buku jari adiknya?
Bu, diapun tengah belajar menjadi seorang kakak yang tidak merepotkan.
Belajar membagi waktu, kapan harus bermain dengan kita dan kapan harus sendiri.
Pastinya, dia pun belajar membagi kasih sayangnya.
Belajar membagi waktu, kapan harus bermain dengan kita dan kapan harus sendiri.
Pastinya, dia pun belajar membagi kasih sayangnya.
Jangan menuntut banyak hal darinya, dari usianya, atau dari sebutannya sebagai seorang “kakak”.
Karena sama halnya dengan kita, ini adalah fase baru dalam hidupnya.
Bukankah ini saat yang tepat untuk belajar bersama?
Bukankah ini saat yang tepat untuk belajar bersama?
Bu, sudahkah memeluk anak pertama kita hari ni?
#ODOPbatch6 #Nonfiksi
Post a Comment for "NAK, SEBENTAR YA"
Terima kasih sudah berkunjung. Semoga tulisan di blog ini bermanfaat untuk teman-teman. Jangan lupa untuk tinggalkan cuitan di kolom komentar dan jangan meninggalkan link hidup yak :)