Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Aku Tak Mengenal Diriku

Alah cuma gitu aja?
Kuncinya kan cuma komunikasi
Nggak punya iman?
Jangan sok kuat! 

***
Ketika menjadi orang tua, saya menyadari bahwa kita tidak bisa memilih anak yang seperti apa namun satu hal, kita punya hak untuk membentuk anak juga diri kita. 

Menjadikan diri sebagaimana "sosok orang tua ideal" di mata kita, bukanlah kesalahan. Karana kesalahan terbesar dalam pengasuhan menurut saya pribadi, adalah ketika kita membandingkan diri dengan orang tua lain. Bukankah setiap sekolah punya metode pembelajaran yang berbeda meskipun memiliki tujuan yang sama? Pun demikian dengan orang tua. Tak ada orang tua yang sempurna, yang ada hanya orang tua yang mau berusaha. 

***
Sepekan setelah melahirkan, akhirnya berdua saja kami merawat si bayi kecil. Sepekan itu pula jatah cuti suami telah usai. Artinya, untuk hari-hari yang akan datang saya akan menghabiskan lebih banyak menghabiskan waktu berdua dengan si kecil. Ahamdulillah, salah satu hal yang rencanakan dan syukuri, yakni merawat dia dengan tangna saya sendiri. 

"Besok ibu pulang, senin aku udah kerja. Kamu nggak apa-apa?" Tanya suami menjelang tidur. 
"Its oke mas, aku bisa kok". Malam itu, saya pastikan semua akan baik-baik saja meskipun saya seorang diri merawat si kecil.

***
Ritme Sirkadian adalah keadaan biologis dimana ketika malam hari menimbulkan rasa kantuk akibat dari hormon melatonin. Nah ternyata, bayi baru lahir belum mengenal ritme ini. Ini salah satu penyebab bayi baru lahir memiliki jam tidur yang cenderung berantakan, karena belum mengenal siang dan malam. Begitu pun dengan bayi kecil kami.

Sepekan awal kelahiran, jam malam dia terbilang rapi. Hanya terbangun untuk menyusu tanpa ada drama tangis-tangisan tengah malan, pun setelah kenyang akna tertidur tanpa repot-repot minta digendong berkeliling rumah. Kemudian akan terbangun menjelang pagi, dan begitu seterusnya. 

Memasuki pekan kedua, ada yang berbeda. Intensitas dia menyusu jauh lebih sering, mungkin seiring dengan bertambah besarnya ukuran lambung dia. Akhirnya yang banyak dibicarakan orang terjadi pada saya, puting lecet bahkan mengeluarkan darah. Sakitkah? Iya. Tapi saya bisa menahannya, toh perihnya tidak seperti sensasi kontraksi kemarin. Saya tetap menyusuinya. Hari berlalu, dan saya masih harus menyelesaikan pekerjaan rumah di sela-sela waktu mengurus bayi. Mencuci, memasak, membersihkan rumah, saya kerjakan ketika dia telah terlelap atau ketika bangun namun bisa ditinggal.

Lelah? Sangat. Tapi ini komitmen saya sejak masih mengandung. Repot? Memang. Tapi ini permintaan saya kepada suami.

Ada masa dimana saya harus seharian menggendong dia, bahkan makan dan buang air kecilpun dengan menggendong. Bisa? Bisa. Karena ternyata benar, setelah menjadi seorang ibu akan ada banyak hal di luar nalar yang bisa kita kerjakan dengan santai. 

***

"Mas, payudaraku nyeri. Adek nyusunya kan sering, jadi dikit-dikit udah dihisap dia, padahal olesannya (salep + ASI) sebelumnya belum kering betul ".
"Terus gimana? Mau coba pake dot?"
"Boleh"
Sampailah saya di titik itu. Menyerah? Tidak. Saya tetap menyusuinya, pun juga memerah asi menggunakan pompa ketika dia terlelap. Mudah? Tidak. Karena saya harua keras pada diri saya. Kantuk bukan lagi alasan bagi saya untuk tidur. Justru "ketiduran" adalah bonus luar biasa indahnya dari Allah yang selalu saya syukuri, bahkan sampai saat ini. 

***

Pernah mendengar istilah Growth Spurt? Growth Spurt adalah adanya percepatan pertumbuhan bayi, yang ditandai dengan intensitas menyusu lebih sering. Biasaya, bayi cenderung  Nah ini lah titik mulanya, salah satu yang sangat fluktuatif dalam hidup saya.

Hari itu, saya tak mampu mengingat kapan saya tertidur dan kapan saya terbangun. Benar, jaraknya terlalu tipis. Saya tau, apakah yang saya lalukan itu nyata atau mimpi. Lelah. Sungguh lelah. Badan hampir remuk, ingin sekadar berbaring lalu tidur nyenyak barang sekejap. Namun si bayi selalu ingin menempel untuk menyusu, bahkan puting pun sampai terasa pedih. 

Bukan. Ini bukan kurang ASI. Alhamdulillah sebelum si bayi lahir, sedikit saya telah menyimpang ilmu tentang tumbuh kembang new born. Dan fase ini, adalah hal yang wajar dan seharusnya bisa disadari oleh setiap orang tua. Tidak selalu, namun ada rentan usia kapan si bayi akan mengalami percepatan pertumbuhan.

***

"Mas, baru jam segini adek udah 4 kali ganti baju". Tulis saya aplikasi pengirim pesan.
"Gimana sayang? Capek ya kamu? Istirahat aja. Tidur kalo adek tidur", balas suami. 
"Iya. Ini barusan udah tidur habis nyusu, aku mau pumping dulu". 
Baru malam harinya suami pulang. Gantilah dia yang menemani si bayi, saya rebahan barang beberapa menit. Malam itu, saya pilih tidur miring menghadap tembok. Betul, membelakangi suami dan bayi kecil saya. 
"Mas, aku bosen". Saya mencoba membuka obrolan yang akan penuh drama itu. Tak bergeming, saya masih menatap hamparan tembok.
"Kenapa? Ini baru seminggu loh? Capek kamu?". 
"Mas tahu nggak, aku jenuh. Kerjaanku sehari-hari itu aja. Belum lagi kalo adek rewel".
"Gimana? Kamu pengennya gimana?"

Tak bisa saya menjawab, isakan tangis telah memenuhi ruang. Malam itu, suami memangku bayi kecil kami, dengan saya berbaring di salah satu kakinya.

Hari-hari selanjutnya? Sama. Ada pula waktu dimana saya hanya diam mendengarkam bayi kecil itu menangis, ingin menyusu pada ibunya.

"Dek, jangan gitulah. Disusui dulu ya, nanti aku yang gendong lagi. Kasian loh dia", suami mencoba merayu, digendongnya bayi kecil yang tak kunjung mereda tangisnya.
"Nggak mau", jawab saya singkat tanpa menatap mereka berdua.
"Dek, please. Kasian adek kecil"
Saya beranjak, menyusuinya dengan "biasa saja". Dia masi menangis, tidak mau menyusu.
"Ayo ini dek. Mau nggak? Kalo nggak mau ya sudah. Nenen yang betul dong!" Kali itu, saya tatap matanya, kecil, sayu dan penuh air mata. Saya seka dengan jari, lalu memeliknya, mengusap punggungnya perlahan. Dia diam, menyusu, dan kemudian terlelap.

Beberapa hari berselang. Kala itu semua baik-baik saja, dan saya ceritakan apa yang sebelumnya saya simpan dari suami saya. 
"Mas, kemarin itu aku pernah diemin adek waktu nangis".
"Loh kenapa?"
"Nggak apa-apa. Aku ngantuk, capek. Jadi adek tak biarin nangis di sampingku, aku tidur bentar. Tapi habis itu aku susuin adek sampe tidur kok."
"Hmmmm. Jangan gitu lagi ya sayang. Kasian adek kan kalo nangis terus. Kamu kalo capek bilang aja, nggak usah nyuci, aku juga bisa. Makan kita beli aja. Kamu istirahat aja, kalo kamu kecapekan nanti adek juga kena efeknya".
"Mas, aku pingin coklat". Aku tersenyum memandangnya. 

***

"Sini, aku pingin peluk kamu".
"Nggak mau", ketus saya jawab.
"Ayolah sini. Aku kangen kok". Kembali saya tolak dengan gelengan kepala. Dia menarik saya perlahan dan menenggelamkan saya di tubuhnya. Kedua tangannya melingkar di tubuh saya yang teramat lemah. 
"Sabar ya. Aku sayang kamu, sayang sama adek juga. Kamu yang kuat ya. Kalo ada apa-apa cerita aja, jangan dipendem sendirian. Kalo pengen apa-apa bilang. Ya".

Pecah tangis saya. Terisak. Tak ada suara, hanya sengalan nafas yang berbicara betapa kacaunya diri saya saat itu. Saya eratkan pelukan ditubuhnya, sungguh pelukan malam itu lebih saya butuhkan daripada ASI Booster yang setiap hari rutin saya minum. Sesekali dia mengusap wajah saya yang penuh air mata, sesekali dia mendongakan kepala dan mengecup kening, lalu kembali memeluk saya.

Ya, dia membiarkan saya menangis tak karuan malam itu. Saya menyerah padanya, tidak ingin tampak sok kuat di matanya, pun tidak ingin terlihat tidak butuh bantuan, dan tak ingin dinilai semua tampak baik-baik saja. Saya menyerah. Membiarkan tubuh lemah ini terkulai dalam lelap. Malam itu, saya merasakan usapan lembut jemarinya menyapu kening saya. Merapikan rambut yang basah, bercampur antara air mata juga keringat. Malam itu, saya tidak ingin tidur tanpa melepaskan genggamannya. 

***

"Mas, sekarang aku tau. Kenapa banyak ibu yang tega sakitin anaknya bahkan sampe bunuh bayinya".
"Kenapa emang?".
"Karena mereka itu capek mas. Mereka nggak ada temen ngobrol, nggak ada yang bantuin, nggak ada yang ngertiin dia, nggak ada yang kuatin dia. Padahal mas, urus bayi sendirian itu capek banget loh. Aku udah ngerasain sendiri".
"Terus?"
"Ya seharusnya dia bisa ngoming langsung aja ke suaminya. Kayak aku ngomong ke kamu kan? Kemarin aku pernah bilang kan, kalo aku capek, bosen".
"Kalo sekarang?"
"Aku baik-baik aja sekarang. I'm fine hunny. Aku sadar, kalo adek itu titipan Allah, dan aku nggak tau kapan dia bakal diminta sama Allah lagi. Maaf ya sayang".
"Aku seneng loh kamu udah happy kayak sekarang. Pokoknya kamu jangan capek-capek, jaga kesehatan ya, bukan buat aku atau kamu tapi buat adek kecil. Prioritas kamu ke adek aja sekarang, kalo ke aku ya bisa lah nanti diobrolin lagi".
"Mas, aku pingin staycation" 
Nimas Achsani
Nimas Achsani Parenting, pernikahan, finansial dan gaya hidup

1 comment for "Aku Tak Mengenal Diriku"

Unknown March 15, 2020 at 11:48 AM Delete Comment
Huwaaaa terharu sy bacanya dek ♥ keep spirit ya dek, semoga lelahmu yg Lillah berkah fiid_dunya wal akhiroh. .semoga ada masa sy jua bisa merasakan sebagai seorang istri n ibuk yg bahagia bagi anak"ku nanti 😇